ETIKA BERHIAS KAUM MUSLIMAH



Berhias, satu kata ini biasanya amatlah identik dengan wanita. Bagaimana tidak, wanita identik dengan kata cantik. Guna mendapatkan predikat cantik inilah, seorang wanita pun berhias. Namun tahukah kita wahai saudariku muslimah, bahwa Islam telah mengajarkan pada kita bagaimana cara berhias yang syar’i bagi seorang wanita? Sungguh Islam adalah agama yang sempurna. Islam tidak sepenuhnya melarang seorang wanita ‘tuk berhias, justru ia mengajarkan cara berhias yang baik tanpa harus merugikan, apalagi merendahkan martabat wanita itu sendiri.
Saudariku muslimah yang dirahmati Alloh . Alloh telah berfirman dalam al-Qur’an surat Al-A’raf ayat yang ke 31:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Hai anak Adam, pakailah pakaian kalian yang indah setiap memasuki masjid. Makan dan minumlah, tapi janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”
Namun ada satu hal perlu diperhatikan yaitu hendaknya seorang muslimah menghindari perbuatan tabarruj. Tabarruj secara bahasa diambil dari kata al-burj yang berarti bintang, sesuatu yang terang, dan tampak. Di antara maknanya adalah berlebihan dalam menampakkan perhiasan dan kecantikan, seperti: kepala, wajah, leher, dada, lengan, betis, dan anggota tubuh lainnya, atau menampakkan perhiasan tambahan. Imam asy-Syaukani berkata, “At-Tabarruj adalah dengan seorang wanita menampakkan sebagian dari perhiasan dan kecantikannya yang seharusnya wajib untuk ditutupinya, yang mana dapat memancing hasrat laki-laki”
Alloh  berfirman dalam dalam surat al-Ahzab ayat yang ke 33:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى
Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu …”
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa‘di ketika menafsirkan ayat ini, beliau berkata, “Arti ayat ini: janganlah kalian wahai para wanita sering keluar rumah dengan berhias atau memakai wewangian, sebagaimana kebiasaan wanita-wanita jahiliyah yang dahulu, mereka tidak memiliki pengetahuan agama dan iman. Semua ini dalam rangka mencegah keburukan bagi kaum wanita dan sebab-sebabnya”
muslimah yang berbahagia. Selain itu hendaknya seorang muslimah paham mana anggota tubuhnya yang termasuk aurat dan mana yang bukan. Aurat sendiri adalah celah dan cela pada sesuatu, atau setiap hal yang butuh ditutup, atau setiap apa yang dirasa memalukan apabila nampak, atau apa yang ditutupi oleh manusia karena malu, atau ia juga berarti kemaluan itu sendiri
Lalu, mana saja anggota tubuh wanita yang termasuk aurat? Pada asalnya secara umum wanita itu adalah aurat, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi  bahwa Rosululloh  bersabda:
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita itu aurat, apabila ia keluar dari rumahnya setan senantiasa mengintainya”
Namun terdapat perincian terkait aurat wanita ketika ia di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya, di hadapan wanita lain, atau di hadapan mahramnya.
Adapun aurat wanita di hadapan laki-laki yang bukan mahram adalah seluruh tubuhnya. Hal ini sudah merupakan ijma‘ atau kesepakatan para ulama. Hanya saja terdapat perbedaan pendapat diantara ulama terkait apakah wajah dan kedua telapak tangan termasuk aurat jika di hadapan laki-laki non mahram.
Sedangkan aurat wanita di hadapan wanita lain adalah anggota-anggota tubuh yang biasa diberi perhiasan. Nabi  pernah bersabda dalam hadits riwayat Imam Muslim :
لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ
“Tidak boleh seorang pria melihat aurat pria lainnya, dan tidak boleh seorang wanita melihat aurat wanita lainnya”
Adapun untuk aurat istri di hadapan suaminya, maka ulama sepakat bahwa tidak ada aurat antara seorang istri dan suami. Hal ini sebagaimana firman Alloh dalam al-Qur’an surat Al-Ma’arij ayat yang ke 29-30:
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (٢٩)إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ
“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela.”
Ayat ini menunjukkan bahwa seorang suami dihalalkan untuk melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar memandangi perhiasan istrinya, yaitu menyentuh dan mendatangi istrinya. Jika seorang suami dihalalkan untuk menikmati perhiasan dan keindahan istrinya, maka apalagi hanya sekedar melihat dan menyentuh tubuh istrinya.
muslimah yang dirahmati Alloh. Maka jika sudah tak ada lagi aurat antara suami dan istri, hendaknya seorang istri berhias semenarik mungkin di hadapan suaminya. Seorang istri hendaknya berhias untuk suaminya dalam batasan-batasan yang disyari‘atkan. Karena setiap kali si istri berhias untuk tampil indah di hadapan suaminya, jelas hal itu akan lebih mengundang kecintaan suaminya kepadanya dan akan lebih merekatkan hubungan antara keduanya.
Hal ini termasuk diantara tujuan syari‘at. Bukankah salah satu ciri istri yang baik adalah yang menyenangkan ketika dipandang, wahai saudariku? Adapun bentuk-bentuk berhiasnya bisa dengan bermacam-macam. Mulai dari menjaga kebersihan badan, menyisir rambut, mengenakan wewangian, mengenakan baju yang menarik, mencukur bulu kemaluan, dll. Namun yang hendaknya dicamkan seorang istri adalah hendaknya ia berhias dengan sesuatu yang hukumnya mubah bukan dari bahan yang haram dan tidak memudharatkan. Wallohu a’lam..

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "ETIKA BERHIAS KAUM MUSLIMAH"

Posting Komentar