CARA MENGAJARKAN AQIDAH BAGI SI ANAK




Aqidah Islamiyah terbagi menjadi enam pokok keimanan, yaitu beriman kepada Alloh ‘Azza wa jalla, beriman kepada para malaikatNya, beriman kepada kitab-kitab-Nya, beriman kepada para Rosul-Nya, beriman kepada hari akhir, dan beriman kepada qodho’ dan qodar yang baik maupun buruk, dan yang menjadi keunikan tersendiri bahwa kesemuanya itu merupakan perkara yang ghoib.


Seseorang akan menghadapi kebingungan bagaimana ia mesti menyampaikannya kepada anak, dan bagaimana pula anak bisa berinteraksi dengan itu semua?. bagaimana cara menjelaskan dan memaparkannya?. Di hadapan pertanyaan ini atau pertanyaan sejenis lainnya, kedua orangtua bisa kelabakan dan bersusah payah mencari tahu bagaimana caranya. Akan tetapi, melalui penelaahan terhadap cara Nabi sholallohu’alaihi wassalam dalam bergaul dengan anak-anak, kita temukan ada lima pilar mendasar di dalam menanamkan aqidah ini, diantaranya,

Yang pertama. Pendiktean kalimat tauhid kepada anak.

Yang kedua. Mencintai Alloh ‘Azza wa Jalla dan merasa diawasi oleh-Nya, memohon pertolongan kepadaNya, serta beriman kepada qodho’ dan qodar.

Selanjutnya, yang ketiga. Mencintai Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam beserta keluarga Beliau.

Yang keempat. Mengajarkan Al-Qur’an kepada anak.

Dan yang kelima. Menanamkan aqidah yang kuat dan kerelaan berkorban karenanya.
Dari ibnu ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhu, bahwa Nabi sholallohu’alaihi wassalam bersabda, “Ajarkan kalimat “laailaha illalloh” kepada anak-anak kalian sebagai kalimat pertama, dan tuntunkanlah mereka mengucapkan kalimat “laa ilaha illalloh” ketika menjelang mati”. Hadits Riwayat Hakim.
Abdurrozaq rodhiyallohu ‘anhu meriwayatkan, bahwa para sahabat rodhiyallohu ‘anhum menyukai untuk mengajarkan kepada anak-anak mereka kalimat laa ilaha illalloh, sebagai kalimat yang pertama kali bisa mereka ucapkan secara fasih sampai tujuh kali, sehingga kalimat ini menjadi yang pertama-tama diucapkan oleh anak-anak para shahabat.

Ibnu Qoyyim rohimahulloh mengatakan, “Di awal waktu ketika anak-anak mulai bisa bicara, hendaknya mendiktekan kepada mereka kalimat “laa ilaha illalloh muhammadurrosululloh”, dan hendaknya sesuatu yang pertama kali didengar oleh telinga mereka adalah “laa ilaha illalloh, yakni mengenal Alloh ‘Azza wa jalla dan mentauhidkan-Nya. Juga diajarkan kepada mereka bahwa Alloh ‘Azza wa Jalla bersemayam di atas singgasana-Nya yang senantiasa melihat dan mendengar perkataaan mereka, senantiasa bersama mereka dimanapun mereka berada”.

Oleh karena itu, wasiat Nabi sholallohu ’alaihi wassallam kepada Mu’adz rodhiyallohu’anhu, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah dan Bukhori, yang berbunyi, “Nafkahilah keluargamu sesuai dengan kemampuanmu. Janganlah kamu angkat tongkatmu di hadapan mereka, dan tanamkanlah kepada mereka rasa takut kepada Alloh”.

Rosululloh sholallohu ’alaihi wassallam sejak pertama kali mendapatkan risalah tidak pernah mengecualikan anak-anak dari target dakwah Beliau. Beliau sholallohu’alaihi wassalam berangkat menemui Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu ‘anhu yang ketika itu usianya belum genap sepuluh tahun. Beliu sholallohu ’alaihi wassallam mengajaknya untuk beriman, yang akhirnya ajakan itu dipenuhinya. Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu ‘anhu bahkan menemani Beliau sholallohu’alaihi wassalam dalam melaksanakan sholat secara sembunyi-sembunyi di lembah Mekkah, sehingga tidak diketahui oleh keluarga dan ayahnya sekalipun.

Orang yang pertama-tama masuk Islam dari kalangan budak yang dimerdekakan adalah Zaid bin Haritsah rodhiyallohu ‘anhu. Ia adalah seseorang yang di bawa oleh paman Khodijah rodhiyallohu ‘anha, yaitu Hakim bin Hizam rodhiyallohu ‘anhu dari Syam sebagai tawanan,

lalu ia diambil sebagai pembantu oleh Khodijah rodiyallohu ‘anha. Rosululloh sholallohu’alaihi wassalam kemudian memintanya dari Khodijah rodhiyallohu ‘anha, lalu memerdekakannya dan mengadopsinya sebagai anak dan mendidiknya di tengah-tengah mereka.

Demikianlah keteladanan Rosululloh sholallohu’alaihi wassalam di dalam memulai dakwah Beliau yang baru dalam menegakkan masyarakat Islam, dengan memfokuskan perhatian terhadap anak-anak, dengan cara memberikan perlindungan dengan menyeru dan dengan mendo’akan, sehingga akhirnya si anak ini, yaitu Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu ‘anhu, kelak memperoleh kemuliaan sebagai tameng Rosululloh sholallohu ’alaihi wassallam dengan tidur di rumah Beliau pada malam hijrah ke Madinah.

Ini merupakan buah pendidikan yang ditanamkan oleh Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam kepada anak-anak yang sedang tumbuh berkembang, agar menjadi pemimpin-pemimpin dimasa depan dan menjadi pendiri masyarakat Islam yang baru.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "CARA MENGAJARKAN AQIDAH BAGI SI ANAK"

Posting Komentar